Shalat Ghaib Untuk PSSI

Di Semarang, mahasiswa dari kesatuan aksi mahasiswa muslim Indonesia, dan siswa sekolah menengah atas Islam Sultan Agung menggelar orasi mengecam praktek korupsi yang diduga terjadi di tubuh PSSI dibawah kepemimpinan Nurdin Halid.

Peserta aksi juga menggelar shalat ghaib untuk mendoakan agar revolusi PSSI yang tengah berlangsung berjalan lancar dan Nurdin segera lengser dari jabatannya.

Demikian antara lain cuplikan berita Metro Siang, Metrotv News (Kamis, 24/3/2011).

Shalat Ghaib adalah shalat jenazah yang dilakukan seseorang ketika jasad si mayit sudah dimakamkan, atau shalat yang dilakukan dari jarak yang jauh dari si mayit. ”Batasan ”ghaib” adalah bila seseorang berada di sebuah tempat di mana panggilan adzan sudah tak terdengar. Di dalam kitab Tuhfah disebutkan: Jika sudah di luar jangkauan pertolongan.” (Bughyatul Musytarsyidin, hlm 95).

Dari keterangan di atas jelaslah bahwa shalat ghaib adalah shalat mayit yang disayariatkan apabila seorang muslim meninggal dunia, hanya bedanya karena mayitnya tidak ada di tempat orang yang menshalatkannya sesuai dengan arti ghaib (=tidak ada). Sedangkan syarat, rukun dan kaifiyat atau tatacara pelaksanaannya sama. Sementara salah satu syaratnya adalah bahwa orang yang dishalatkan tersebut benar-benar telah meninggal dunia dan harus muslim.

Berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh para pendemo PSSI di Semarang sebagaimana berita di atas, kalau mereka benar melaksanakan shalat ghaib maka shalat ghaibnya tidak sah atau apa yang mereka lakukan bukanlah shalat ghaib yang disyariatkan dalam Islam karena tidak ada mayat yang dishalatkannya. Atau dengan kata lain, apa yang mereka lakukan adalah perbuatan sia-sia dan mengada-ada yang tidak  memiliki dasar sama sekali. Suatu perbuatan yang dicela oleh syara.

Oleh karena itu, dalam berdemo sebaiknya lakukanlah apa yang seharusnya dilakukan sesuai dengan tujuan demo itu sendiri, tidak melakukan sesuatu yang amal yang termasuk ibadah mahdlah (bentuk ibadah yang telah ditentukan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW tatacara dan waktunya). Cukuplah melakukan yang ghair mahdlah, seperti berdo’a, istighatsah dan sejenisnya. Itupun harus dengan niat dan tujuan yang baik dan dibenarkan oleh syara. Agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan bid’ah yang sangat dicela oleh syara.

Wallaahu a’lam…