Sidang Paripurna DPR tanggal 2 Maret 2010 mengemban amanat rakyat untuk menetapkan kesimpulan akhir hasil kerja Panitia Khusus (Pansus) DPR Masalah Bank Century yang dibiayai milyaran rupiah dari uang rakyat. Tapi yang terjadi pada sidang tersebut, justru para pengemban amanat rakyat itu menyuguhkan pagelaran “kericuhan” yang sangat memalukan dan tentunya “menyakiti” hati rakyat.
Bila hanya satu kali mungkin masih bisa ditolelir, mungkin karena khilaf, sifat yang melekat pada umumnya manusia, sehingga masih bisa dianggap manusiawi. Tetapi masalahnya…… kericuhan, adu mulut, mengeluarkan kata-kata “kotor” (atau setidaknya kata yang tidak pantas diucapkan oleh wakil rakyat yang terhormat pada forum sidang yang terhormat pula) dan lain-lain terjadi beberapa kali selama sidang pansus yang hanya berumur dua bulan itu.
Tidak salah memang, apa yang dikatakan oleh al-marhum Gus Dur beberapa tahun yang lalu, “DPR seperti Taman Kanak-kanak”, tetapi jangan juga kalimat ini dibenarkan dengan dibuktikan kebenarannya oleh perilaku para anggota DPR sendiri.
Ingat…sebagai pengemban amanat rakyat, saudara-saudara telah diberi fasilitas yang istimewa oleh rakyat. Maka bekerja dan berbuatlah untuk kepentingan rakyat sebagai pertangung jawaban saudara kepada rakyat. Bila semua berbuat untuk rakyat tidak mungkin peristiwa yang memalukan itu akan terjadi.
Khalifah Umar bin Abduk Aziz ketika putranya datang untuk membicarakan sesuatu tentang keluarganya, beliau mematikan lampu sebelum memulai pembicaraannya. Ketika ditanya mengapa lampu dimatikan, beliau menjawab: “Lampu ini minyaknya dibeli dari uang rakyat, sementara yang akan kita bicarakan adalah masalah pribadi yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan rakyat”.
Betapa bahagianya bila rakyat Indonesia memiliki para pemimpin yang berakhlak dan berprilaku seperti Khalifah Umar bin Abdul Aziz.